Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu memastikan dana jemaah haji aman. Hal itu menyusul pengumuman pembatalan keberangkatan jemaah haji Indonesia tahun 2021 ini. "Perlu kami jelaskan, bahwa seluruh dana yang kami kelola aman. Dana tersebut saat ini ditempatkan di bank syariah," ungkap Anggito dalam Konferensi Pers Bersama di Kantor Kementerian Agama, Kamis (3/6/2021).
Anggito menuturkan, BPKH akan melakukan pengelolaan dana jemaah haji batal berangkat sesuai dengan aturan yang terdapat dalam KMA No 660/2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji 1442 H / 2021 M. Anggito pun menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang selama ini telah mempercayakan pengelolaan dana haji. Ia menyampaikan pada tahun 2020, sebanyak 196.865 jemaah haji reguler sudah melakukan pelunasan.
"Dana yang terkumpul dari setoran awal dan pelunasan adalah sebanyak 7,5 triliun rupiah," terang Anggito. Sedangkan jemaah haji khusus yang telah melakukan pelunasan sebanyak 15.084 jemaah. Terkumpul dana setoran awal dan setoran lunas sebesar 120, 60 juta dolar.
"Tahun itu pula, ada 569 jemaah yang membatalkan, jadi hanya 0,7 persen. Kemudian yang haji khusus yang membatalkan hanya 162, jadi hanya 1 persen," tuturnya. Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memastikan pemerintah tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia pada tahun 2021 ini. Menurutnya, di tengah pandemi COVID 19 yang melanda dunia, kesehatan dan keselamatan jiwa jemaah lebih utama dan harus dikedepankan.
“Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia." "Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M,” ujarnya dalam pernyataan pers melalui telekonferensi, Kamis (3/6/2021). Menag menegaskan, keputusan ini diambil setelah melalui kajian mendalam. Kemenag juga sudah melakukan pembahasan dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VIII DPR pada Rabu kemarin.
Mencermati keselamatan jemaah haji, aspek teknis persiapan, dan kebijakan yang diambil oleh otoritas pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII DPR dalam simpulan Raker juga menyampaikan menghormati keputusan yang akan diambil pemerintah. “Komisi VIII DPR dan Kemenag, bersama stakeholder lainnya akan bersinergi untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi publik yang baik dan masif mengenai kebijakan penyelenggaraan ibadah haji 1442 H/2021 M,” ujar Yaqut. Dalam melakukan kajian, papar Menag, pihaknya juga melibatkan sejumlah pemangku kepentingan di antaranya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan lembaga terkait lainnya.
“Semalam, kami juga sudah menggelar pertemuan virtual dengan MUI [Majelis Ulama Indonesia] dan ormas ormas Islam untuk membahas kebijakan ini." "Alhamdulillah, semua memahami bahwa dalam kondisi pandemi, keselamatan jiwa jemaah harus diutamakan. Ormas Islam juga akan ikut menyosialisasikan kebijakan ini untuk kepentingan jemaah,” tutur Menag. Selain faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah, terang Yaqut, sampai saat ini Pemerintah Arab Saudi belum mengundang untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman atau MoU tentang Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M.
“Tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan nota kesepahaman memang belum dilakukan,” tegasnya. Kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi.
Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi. Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya. “Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi. MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M itu hingga hari ini belum juga dilakukan."
"Padahal, dengan kuota lima persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari,” terang Menag. Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Bipih tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M. “Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman. Dana haji aman."
"Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoaks,” tegasnya.